Pelukis seni cethe harus memperhatikan racikan ampas kopi yang digunakan sebagai “cat” menggambar karena jika cairan tersebut terlalu basah, pinggiran dari motif yang dibuat lama kelamaan akan berwarna cokelat.
“Kalau racikannya pas, setelah kering ini nanti warnanya bisa bertahan sampai setahun jika disimpan dalam wadah kedap udara,” ucap Dany.
Jika racikan cethe yang dihasilkan tepat, maka motif yang digambar akan tetap berwarna hitam walaupun cairan ampas kopi sudah kering.
Baca Juga: Wisata Air Terjun Talang Kemulun Jambi, Menikmati Udara yang Sejuk dan Menyegarkan
Oleh karena itu, sebaiknya kopi yang digunakan untuk menghasilkan seni cethe adalah jenis Kopi Ijo khas Tulungagung karena ampasnya yang berwarna hitam pekat.
Menurut Dany, sebagian besar pelaku seni cethe melakukan hal tersebut hanya sebagai hobi, namun, tidak sedikit pula hasil karya mereka yang dijual untuk koleksi.
Cethe di Tulungagung, dikatakan Dany, mirip dengan seni menghias rokok di Rembang, Jawa Tengah, yang disebut nglelet.
“Di Rembang juga ada seni yang mirip, namanya nglelet, tapi, kopinya beda jenis. Kalau di sana kopinya lebih coklat,” ujar Dany.***