Kisah Seorang Wanita yang Selamat dari Reruntuhan Gempa Cianjur

- 24 November 2022, 11:06 WIB
Kisah Seorang Wanita Yang Selamat Dari Reruntuhan Gempa
Kisah Seorang Wanita Yang Selamat Dari Reruntuhan Gempa /Antara
KILAS KLATEN - Imas Masnguneh adalah salah satu guru yang mengajar dengan bayaran seikhlasnya di Diniyah Hasadah, milik tetangga di kampungnya. 
 
Ia mengajar siswa kelas dua dan kelas tiga, dengan sekitar 20 murid. Ia menangis ketika mendengar seorang relawan dari salah satu perusahaan di Bandung mendatangi tenda tempat pengungsian satu blok dari rumahnya yang porak poranda.
 
Sudah tiga hari tidur di tenda beralaskan terpal di atas tanah bebatuan yang tak rata, Imas beserta suami dan dua anaknya bergabung dengan sanak saudara lainnya.
 
Pria relawan itu memberikan motivasi kepada Imas dan para tetangganya sambil memegang kamera ponsel yang tengah siaran langsung via Instagram.
 
Seketika itu Imas teringat kejadian 1,5 jam terjebak di reruntuhan sekolah Diniyah Hasadah, Kampung Rawacina, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
 
 
Dalam posisi tertimbun reruntuhan yang gelap ia sudah pasrah jika memang takdirnya, perasaan campur aduk, antara takut, pasrah dan ikhlas menyelimuti dirinya.  
 
Namun disisi lain ada rasa syukur karena bangunan sekolah dua lantai yang ambruk itu menyisakan ruang kecil untuknya bisa tetap bernafas meski gelap.
 
Balok kayu bagian atap bangunan sekolah itu melintang persis di depannya, sehingga menyisakan ruang bagi tubuh Imas tidak terhimpit oleh material bangunan yang porak poranda.
 
Guncangan gempa yang dahsyat, hingga dirinya tertimbun dalam bangunan sekolah membuatnya trauma. Sejenak kengerian itu menghampiri pikirannya hingga ia meneteskan air mata.
 
Di antara timbunan bangunan itu, ketika dirinya pasrah dengan takdir Allah, Imas melihat selingkaran jari tangan cahaya putih yang memberinya harapan untuk berjuang keluar dari reruntuhan.
 
 
Imas yang tadinya sudah pasrah terbaring menunggu kematian, mencoba menggerakan tubuhnya, menggali sedikit demi sedikit puing-puing bangunan menggunakan kedua tangannya dengan penuh hati-hati menuju cahaya terang tersebut.
 
Lengan tangan kanannya meninggalkan tanda memar biru kehitaman, menunjukkan perjuangannya keluar dari reruntuhan. Imas diselamatkan oleh sang suami Uun Supatoni (42) yang menyadari istrinya tidak kembali ke rumah usai gempa dengan magnitudo 5,6 mengguncang tanah kelahirannya.
 
“Suami yang menyelamatkan saya, karena belum ada relawan sebanyak ini yang datang waktu itu,” cerita Imas.
 
Pada saat gempa terjadi, Imas merasa bersyukur tidak ada anak muridnya yang menjadi korban dan terjebak di reruntuhan gempa. Karena pada hari itu, Senin (21/11) setelah rapat sekolah, wanita lulusan pondok pesantren itu meminta semua muridnya untuk keluar dari ruang belajar.
 
 
Selesai rapat, Imas duduk di lantai ruang Paud yang menerapkan konsep belajar tidak menggunakan meja dan kursi itu. Di tengah istirahatnya, gempa menerjang seperkian detik disusul lampu mati dan bangunan sekolah ambruk.
 
“Dalam hati bersyukur, untungnya anak-anak sudah saya suruh keluar duluan sebelum gempa terjadi. Jadi tidak ada murid-murid saya yang ketimpa bangunan sekolah,” tutupnya.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x