BNPB Ingatkan Masyarakat Agar Waspada Potensi Karhutla dan Musim Kering 2023

- 13 Juni 2023, 16:13 WIB
Tangkapan Layar - Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari pada diskusi disaster briefing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (12/6/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Tangkapan Layar - Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari pada diskusi disaster briefing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (12/6/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari) /

KILAS KLATEN - Masyarakat Indonesia diminta agar waspada potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memasuki musim kering 2023.

Hal tersebut di sampailan oleh Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari.

Abdul Muhari dalam diskusi disaster briefing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin, 12 Juni 2023 saat ini sudah mulai berada pada awal musim kemarau di bulan Juni yang diwaspadai ada dua yakni karhutla dan kekeringan

data bahwa karhutla dalam 2-3 bulan terakhir, paparnya, sudah terjadi sebanyak 131 kali.

Meskipun dampaknya belum meluas, ia berharap semua pihak di daerah bisa siap sehingga eskalasi karhutla tidak meluas.

"Grafik kejadian bencana sepekan selama 5-11 Juni 2023 tercatat ada 27 kejadian bencana, dimana tujuh diantaranya adalah karhutla, yang mulai mendominasi beberapa wilayah Sumatera, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan," ujar Abdul Muhari.

Baca Juga: Jokowi Percepat Realisasi Infrastruktur Digital dengan Sinyal 4G di 12.548 Desa

Namun ia menyatakan ada variabilitas cuaca lokal yang secara umum terjadi kemarau tetapi juga berpotensi banjir, sehingga harus diperhatikan pemerintah daerah (pemda).

"Kita kemarau iya, tetapi ada daerah-daerah yang potensi banjir juga, misalnya Kabupaten Bogor mengalami kekeringan, sedangkan Kota Depok banjir. Jadi dalam satu kawasan yang tidak terlalu luas, bisa terjadi dua fenomena yang sangat berlawanan," tuturnya.

Meski curah hujan sudah tidak terlalu tinggi, kata dia, tetapi bisa membantu mengurangi dampak karhutla. "Misalnya ada karhutla di Karo, Sumatera Utara, begitu meluas, ada hujan, itu terbantu, sehingga upaya-upaya pemadaman cepat terbantu oleh faktor alam," kata Abdul Muhari.

Untuk itu ia berharap tahun ini cuaca tidak terlalu kering, masih ada awan hujan sehingga ketika ada eskalasi dari kekeringan dan karhutla, masih bisa berharap awan hujan bisa memadamkan karhutla atau setidaknya menjaga sumber-sumber air.

"Dalam jangka panjang kita harus mencari solusi-solusi permanen, misalnya preservasi air, karena ketika musim hujan bisa kita tahan di daerah-daerah resapan air dengan vegetasi yang cukup, sehingga saat musim kemarau, air ini kemudian bisa mengalir sehingga tetap bisa mengisi embung, waduk, dan daerah resapan air yang lain," kata Abdul Muhari.

Ia juga mengingatkan pentingnya pencegahan agar tak terjadi karhutla parah seperti tahun 2015, dimana kerugian negara ditaksir mencapai Rp116 triliun oleh Bank Dunia.

"Karhutla secara umum akan meningkatkan emisi CO2, harus kita putus, dan melihat karhutla sebagai upaya sistematis, yang paling utama adalah pencegahan, jangan sampai ada api. Karena begitu apinya sudah menjalar akan sangat sulit memadamkan," katanya.

Baca Juga: Wali Kota Surabaya Minta Suporter Turut Bentangkan Bendera Palestina

Hingga saat ini BNPB pun telah melakukan upaya modifikasi cuaca dengan hujan buatan untuk menjaga daerah resapan air agar tidak kering.

BNPB juga mengimbau untuk waspada kekeringan bagi masyarakat di wilayah Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Barat dan Timur (NTB dan NTT).

"Waspada bagi daerah-daerah yang sudah kita sampaikan disini, umumnya Jawa itu sangat rentan terhadap kekeringan. Jawa, Bali, Nusa Tenggara baik Barat maupun Nusa Tenggara Timur," ujar Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing di Jakarta, Senin, 12 Juni 2023.

Abdul melaporkan di Nusa Tenggara Barat sudah tampak mengalami kekeringan. Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah rawan kekeringan dalam data yang telah diteliti selama 10 tahun terakhir.

Untuk memitigasi kekeringan, BNPB mengupayakan teknologi modifikasi cuaca (TMC), dengan membuat hujan buatan untuk mengisi maupun mempertahankan posisi air di waduk-waduk.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah