Daya Dukung Lingkungan Banyak Masalah, Industri Perlu Efisiensi Sumber Daya

27 November 2022, 10:00 WIB
Daya Dukung Lingkungan Banyak Masalah, Industri Perlu Efisiensi Sumber Daya /Pexels

KILAS KLATEN - Efisiensi pemanfaatan sumber daya oleh industri untuk menyokong keberlanjutan lingkungan dinilai penting.

Namun kini daya dukung lingkungan diliputi banyak masalah, mulai dari perubahan iklim hingga kelangkaan sumber daya alam.

Dikatakan oleh Kepala Pusat Industri Hijau, Kementerian Perindustrian, Herman Supriadi pihaknya telah mendorong industri nasional untuk menerapkan Industri Hijau sebagai cara mengurangi masalah lingkungan.

Hal ini dicapai melalui perbaikan efisiensi dan efektivitas produksi industri.

Baca Juga: Ini Dia Deretan Holding Perusahaan Sektor Industri Sel Baterai Mobil Listrik Indonesia

Industri nasional didorong untuk melaksanakan efisiensi sumber daya, baik itu dalam pemanfaatan bahan baku, energi sampai air. Industri juga didorong menggunakan energi baru terbarukan (EBT).

Sebagai insentif, katanya, Kemenperin telah mencoba memberikan penghargaan bagi perusahaan yang menerapkan Industri Hijau ini.

Penghargaan Industri Hijau diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan prinsip industri hijau dalam proses produksinya,” katanya dalam keterangan pers, Sabtu 26 November 2022.

Ia menambahkan, penghargaan Industri Hijau Kinerja Terbaik diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil mendapatkan Sertifikat Industri Hijau sesuai Standar Industri Hijau (SIH) dan mempertahankan konsistensi penerapan Standar Industri Hijau melalui pelaksanaan surveilan.

Baca Juga: OJK Siap Dorong Jasa Keuangan Dorong Pelaku Industri Kendaraan Listrik di Indonesia

Hingga tahun 2022, ujarnya, telah ditetapkan 34 SIH dan sejak tahun 2017 sampai tahun 2022, sebanyak 111 perusahaan telah mengajukan permohonan sertifikasi industri hijau yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Industri Hijau.

Pada tahun 2022, Program Penghargaan Industri Hijau diikuti 107 perusahaan industri dengan kategori industri besar dan dua industri kecil dan menengah.

Penilaian Penghargaan Industri Hijau diberikan berdasarkan aspek produksi, kinerja pengelolaan limbah dan emisi, serta manajemen perusahaan,” tuturnya.

Staf Ahli Menteri Bidang Iklim Usaha dan Investasi Andi Rizaldi mengatakan, Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang telah berlangsung pada pertengahan November 2022 telah menghasilkan G20 Bali Leaders Declaration.

Baca Juga: Masih Ditemukan Lagi, 2 Industri Farmasi Langgar Ketentuan Bahan Baku Obat Sirup

Deklarasi itu menyepakati perlunya upaya transisi pemanfaatan EBT, mengatasi krisis pangan, perlindungan terhadap 30 persen daratan dan lautan pada tahun 2030, dan mengurangi degradasi tanah sampai 50 persen pada tahun 2040 secara sukarela.

Menurutnya, hal tersebut mengindikasikan arah pengembangan industri manufaktur global yang semakin mengarah pada praktik berkelanjutan, terutama mengenai pengelolaan risiko komoditas yang dinilai dari aspek bahan baku, proses produksi, kemananan produk bagi konsumen, eksploitasi sumberdaya alam, polusi dan pencemaran, serta ketenagakerjaan.

“Praktik-praktik ini sangat terkait dengan isu perubahan iklim, kelangkaan sumber daya alam, dan keselamatan manusia,” ujarnya.

Ia menambahkan, sebagai tolok ukur praktik berkelanjutan, beberapa negara tujuan ekspor juga telah mewajibkan persyaratan produk dan perusahaan, mulai dari ecolable, kandungan material daur ulang, bebas bahan kimia tertentu, nilai emisi karbon suatu produk dan proses, pemenuhan standar hijau internasional lainnya, serta penggunaan teknologi digital.

Baca Juga: Ekosistem Mangrove Sebagai Potensi Ekonomi Pariwisata dan Beragam Bahan Baku Industri

“Kemenperin menilai penerapan standar industri hijau menjadi jawaban akan kebutuhan tools untuk memenuhi regulasi negara tujuan ekspor tentang praktik berkelanjutan dan manajemen risiko komoditas, sehingga menjadi daya saing tersendiri bagi industri nasional,” katanya.***

Editor: Masruro

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler