Isu Pengembangan Kapal Selam Bertenaga Nuklir AUKUS Tak Dibahas oleh ASEAN

- 11 Juli 2023, 11:46 WIB
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro dalam konferensi pers penyelenggaraan Pertemuan ke-56 Menteri Luar Negeri ASEAN di Jakarta, Senin malam (10/7/2023)/ANTARA
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro dalam konferensi pers penyelenggaraan Pertemuan ke-56 Menteri Luar Negeri ASEAN di Jakarta, Senin malam (10/7/2023)/ANTARA /

KILAS KLATEN - AUKUS yang terdiri dari Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat (AS), mengenai isu pengembangan kapal selam bertenaga nuklir tidak dibahas dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (AMM).

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro, menyampaikan ketika ditanya mengenai rencana Pertemuan Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) yang akan berlangsung pada Selasa, 11 Juli 2023.

Dalam konferensi pers menjelang AMM di Jakarta, Senin, 10 Juli 2023 malam Sidharto mengatakan pertemuan SEANWFZ tidak ada agenda soal kapal selam, dan dalam konteks perkembangan terkini di kawasan, kapal selam bertenaga nuklir itu bukan senjata nuklir.

Arto, sapaan akrab Sidharto, menjelaskan bahwa Komisi SEANWFZ akan tetap berfokus pada upaya ASEAN mengajak lima pemilik senjata nuklir yaitu China, Rusia, Prancis, Inggris, dan AS untuk menandatangani protokol perjanjian kawasan bebas nuklir.

Keputusan ASEAN untuk kembali memulai proses perundingan penandatanganan protokol tersebut, kata Arto, telah disampaikan kepada kelima negara itu melalui misi diplomatiknya di Jakarta.

“Sesuai keputusan Komisi SEANWFZ tahun lalu, ASEAN sudah memutuskan untuk menindaklanjuti termasuk dengan melakukan konsultasi dengan misi diplomatik kelima negara pemilik senjata nuklir,” tutur dia.

Baca Juga: China dan Berbagai Negara PBB ASEAN Lakukan Negosiasi FTA Versi 3.0

Namun, hingga saat ini belum ada satu pun negara pemilik senjata nuklir yang secara resmi menyampaikan kesiapannya untuk menandatangani protokol Traktat SEANWFZ.

Menurut Arto, hal itu disebabkan proses yang masih berlangsung di ASEAN terutama untuk mengkaji kembali perundingan dengan para pemilik senjata nuklir yang terhenti pada 2012 silam.

“Jadi ASEAN harus melihat kembali dokumen-dokumen dari tahun 2012… apakah harus dikaji kembali atau ada perubahan,” ujar dia.

Perjanjian Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Nuklir atau dikenal sebagai Perjanjian Bangkok ditandatangani pada 1995 oleh seluruh negara anggota ASEAN.

Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang menandatangani traktat tersebut tidak dapat "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir."

Sejumlah negara pemilik senjata nuklir menyatakan keberatan terhadap beberapa bagian protokol Traktat SEANWFZ, berbeda dengan China yang menyatakan siap menandatangani perjanjian itu meskipun belum ada tindak lanjut.

Dalam KTT ASEAN 2022 disepakati bahwa pemilik senjata nuklir bisa menandatangani traktat itu secara terpisah. Kesepakatan itu menjadi salah satu modal penting untuk melanjutkan kembali perundingan yang terhenti lebih dari satu dekade lalu.

Sementara itu, ribuan orang berunjuk rasa menentang kehadiran sebuah pangkalan kapal selam bertenaga nuklir yang rencananya berada di Port Kembla di Australia timur.

Baca Juga: Kontingen Indonesia Menargetkan Juara Umum pada ASEAN Para Games Kamboja 2023

Pangkalan ini menjadi bagian dari pakta pertahanan AUKUS senilai 368 miliar dolar Australia (Rp3,65 triliun), antara negara itu dengan Amerika Serikat dan Inggris.

Pelabuhan ekspor batu bara terbesar kedua di negara bagian New South Wales adalah lokasi yang dipilih Departemen Pertahanan Australia untuk membangun pangkalan kapal selam terbaru di pantai timur, kata stasiun televisi milik pemerintah, ABC.

Para demonstran yang membawa spanduk dan bendera serikat pekerja berbaris di jalan utama untuk menyuarakan penentangan terhadap pangkalan yang berada di kota berpenduduk sekitar 5.000 orang dan berada 102 kilometer arah selatan Sydney tersebut.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah