Mengapa Mengelola Emosi Dapat Melindungi Otak dari Usia Tua?

14 Maret 2023, 19:09 WIB
Ilustrasi bedah otak sudah dilakukan sejak 3 ribu tahun silam di Kota kuno Megiddo, Israel /EKATERINA BOLOVTSOVA /Pexels

KILAS KLATEN – Seiring bertambahnya usia, pikiran kita cenderung mengembara ke masa depan, mempertimbangkan banyak sekali hipotesa yang semakin bernada filosofis: Apakah kita akan berumur panjang? Dan jika ya, apakah itu akan menjadi kehidupan yang dijalani dengan baik? Apa sebenarnya arti hidup dengan baik?

 

Bagi sebagian orang, hidup dengan baik menunjukkan kepuasan dan kebahagiaan. Namun, hidup sehat juga merupakan resep potensial untuk melawan penuaan otak yang tidak lazim dan penyakit seperti demensia. Dalam sebuah makalah baru yang diterbitkan di Nature Aging, para peneliti menemukan bahwa mengelola emosi negatif dapat melindungi otak dari bahaya di usia tua.

Temuan ini muncul sebagai bagian dari upaya untuk memahami mengapa emosi negatif, seperti stres dan kecemasan yang terus-menerus, tampaknya merupakan faktor risiko untuk kondisi neurodegeneratif seperti demensia.

Baca Juga: Hati-hati, Kebiasaan ini Dapat Merusak Otak

“Kesehatan lansia adalah masalah kesehatan masyarakat yang semakin penting dengan semakin menuanya populasi," salah satu penulis Patrik Vuilleumier, seorang ahli saraf dan profesor di University of Geneva, menjelaskan kepada Inverse. "Tidak hanya penting untuk berumur panjang, tapi lebih dari itu, hidup dalam kesehatan fisik dan mental yang baik."

Sebagian besar penelitian tentang penuaan dan otak sejauh ini berfokus pada fungsi kognitif, kata Vuilleumier, seperti memori, perhatian, dan keterampilan motorik. Sementara itu, emosi, "relatif terabaikan," katanya. Padahal diketahui juga bahwa emosi mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis.

Namun, para ilmuwan masih belum yakin bagaimana otak beralih dari satu emosi ke emosi lainnya atau apakah emosi dan pengaruhnya terhadap tubuh kita berubah seiring bertambahnya usia, termasuk apa konsekuensi dari tidak mengelola emosi negatif terhadap kesehatan jangka panjang.

Dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Vuilleumier dan rekan-rekannya mengevaluasi apakah otak orang yang lebih tua (di atas 65 tahun) bereaksi terhadap emosi negatif dengan cara yang sama dengan otak orang yang lebih muda (sekitar 25 tahun). Mereka mempelajari kemampuan partisipan untuk mengatur emosi mereka setelah melihat klip video yang menunjukkan orang-orang dalam keadaan menderita secara emosional. Selama percobaan, para ilmuwan mengukur aktivitas otak partisipan menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI).

 Baca Juga: Game Asah Otak Teka Teki Visual serta Manfaatnya

Hasilnya menunjukkan bahwa otak orang yang lebih tua lebih cenderung menunjukkan inersia emosional, yang berarti sejauh mana kondisi emosional seseorang tahan terhadap perubahan. Dalam penelitian sebelumnya, tim yang sama menemukan bahwa emosi negatif mengaktifkan daerah otak tertentu dan otak dapat tetap berubah lama setelah emosi tersebut dipicu. Lamanya tergantung pada kapasitas regulasi masing-masing individu, jelas Vuilleumier.

Hal ini terlihat jelas ketika memeriksa hubungan antara amigdala dan korteks tunggal posterior, yang merupakan bagian otak yang membantu mengatur emosi dan menyandikan ingatan. Perubahan konektivitas otak bahkan lebih jelas terlihat pada orang dewasa yang lebih tua yang juga dilaporkan mengalami lebih banyak kecemasan, perenungan, dan emosi negatif.

Beberapa penelitian observasional menunjukkan bahwa regulasi emosi yang buruk terkait dengan kondisi neurodegeneratif yang sering terjadi seiring bertambahnya usia. Ada kemungkinan bahwa, penyakit neurodegeneratif merusak kemampuan kita untuk mengatur emosi. Atau mungkin juga ketidakmampuan untuk mengatur emosi meningkatkan risiko penyakit neurodegeneratif.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo

Sumber: Inverse

Tags

Terkini

Terpopuler