Dalam karya "European Physicians and Botanists, Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediation" (2008) oleh Hans Pols, dijelaskan bahwa Carl, dalam pengamatannya, melihat dukun berusaha menebak penyakit berdasarkan gejala, lalu memberikan mantra dan obat herbal.
Baca Juga: Resep Herbal dari Babadotan, Tanaman Kaya Manfaat Tidak Banyak yang Tahu! Simak Penjelasannya
Bagi Carl, pendekatan pengobatan ini terfokus pada penggunaan obat herbal, di mana mantra-mantra hanya bersifat pendukung, dan kunci utamanya adalah penggunaan obat herbal dari tanaman lokal.
Namun, obat-obatan herbal ini hanya didasarkan pada pengalaman dan kebiasaan, bukan pengetahuan ilmiah, sehingga perlu divalidasi melalui penelitian ilmiah.
Menggunakan informasi yang dikumpulkannya dari masyarakat, pedagang, pasien, dan eksperimen pada dirinya sendiri dan pasiennya, Carl berhasil membongkar praktik dukun dan penggunaan obat herbal tersebut.
Dengan pencapaian ini, Carl mencatat seluruh obat herbal dalam karyanya yang berjudul "Pratische Waarnemingen Over Eenige Javaansche Geneesmiddelen" (Pengamatan Praktis Beberapa Obat Jawa), sekaligus membandingkannya dengan obat-obatan modern berdasarkan kategorisasi penyakit sesuai ilmu medis modern.
Keberhasilan Carl menginspirasi banyak dokter di Hindia Belanda untuk mengadopsi obat herbal sebagai bagian dari pengobatan. Ini memudahkan mereka mencari solusi pengobatan penyakit modern dengan menggunakan obat herbal.
Sebagai hasilnya, nama Friedrich August Carl pun mulai dikenal pada akhir abad ke-19, menjadi dokter pertama yang merumuskan dan mempraktikkan pedoman pengobatan herbal ala Indonesia.***