15.000 Ilmuwan Peringatkan Bahwa Kehidupan di Bumi Sedang Terancam

- 29 November 2023, 19:47 WIB
Ilustrasi bumi. 15.000 Ilmuwan Peringatkan Bahwa Kehidupan di Bumi Sedang Terancam
Ilustrasi bumi. 15.000 Ilmuwan Peringatkan Bahwa Kehidupan di Bumi Sedang Terancam /Pixabay/PIRO/

KILAS KLATEN - Dalam momentum perubahan iklim yang melaju dengan cepat, ilmuwan global, melalui sebuah makalah terbitan jurnal BioScience, menyuarakan keprihatinan serius.

Lebih dari 15.000 penandatangan dari 161 negara bersama-sama memperingatkan terhadap ancaman mendalam terhadap kehidupan Bumi, mendeskripsikan perubahan tersebut sebagai langkah mendekati kehancuran global.

Di kutip dari Futurism pada Rabu, 29 November 2023, "Selama beberapa dekade, ilmuwan dengan konsisten memperingatkan tentang masa depan yang ditandai oleh kondisi iklim ekstrem, akibat dari peningkatan suhu global yang disebabkan oleh aktivitas manusia melepaskan gas rumah kaca berbahaya ke atmosfer,"

"Sayang, waktunya sudah habis," Ujar penelitian tersebut.

Baca Juga: Perubahan Iklim Menyebabkan Kepunahan Plankton, Bagaimana Nasib Bumi?

Dalam pernyataannya, Christopher Wolf, seorang peneliti pascadoktoral di Oregon State University (OSU) dan salah satu penulis utama studi, mengulas makalah tersebut sambil mengungkapkan strategi mitigasi yang signifikan.

"Kita sedang menuju potensi runtuhnya sistem alam dan sosial-ekonomi dan dunia dengan panas yang tak tertahankan dan kekurangan sumber daya alam, makanan dan air bersih," Ujar Wolf.

Dalam studi tersebut, seorang peneliti pascadoktoral dari OSU dan sebelas rekannya menyajikan sejumlah data mencengangkan.

Pada tahun 2023, banyak rekor iklim terpecahkan dengan selisih yang signifikan. Mereka menyoroti kebakaran hutan yang intens di Kanada tahun ini sebagai contoh konkret, yang menunjukkan ambang batas menuju rezim kebakaran baru.

Para peneliti menyebutnya sebagai salah satu pernyataan akademis paling mencekam yang pernah ditulis.

William Ripple, seorang profesor kehutanan terkemuka di OSU dan salah satu penulis penelitian ini, menyoroti pola yang sangat mengkhawatirkan yang muncul tahun ini. Sayangnya, berita ini tidak membawa optimisme karena manusia hanya berkontribusi sedikit untuk memperbaiki situasi tersebut.

"Kami juga hanya menemukan sedikit kemajuan yang bisa dilaporkan terkait upaya umat manusia dalam memerangi perubahan iklim," Ujar Ripple.

Baca Juga: Carbon Maps Membantu Industri Makanan Mengurangi Dampak Iklim

Seperti banyak ilmuwan sebelumnya, 12 penulis studi dan ribuan penandatangan studi tersebut tidak hanya menyoroti industri bahan bakar fosil yang sangat berpolusi, tetapi juga menegaskan peran pemerintah yang memberikan subsidi sebagai akar penyebab dari efek bola salju iklim ini.

Makalah tersebut mengungkapkan bahwa antara tahun 2021 dan 2022, subsidi bahan bakar fosil meningkat dua kali lipat dari US$531 miliar menjadi lebih dari US$1 triliun, peristiwa ini hanya terjadi di Amerika Serikat dan belum mencakup negara-negara lainnya.

"Kita harus mengubah perspektif kita mengenai darurat iklim dari sekedar isu lingkungan hidup yang terisolasi menjadi ancaman yang sistemik dan eksistensial," tulis para penulis makalah tersebut.

Peneliti menekankan bahwa beralih dari bahan bakar fosil, seiring dengan upaya memerangi konsumsi berlebihan oleh orang-orang kaya, adalah langkah yang mendesak.

Dua tindakan tersebut menjadi kunci untuk mencegah bencana lebih lanjut sebelum akhir abad ke-21, yang hanya berjarak 77 tahun lagi pada tahun 2100.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah