KILAS KLATEN - Perkembangan teknologi mendorong pertumbuhan ekonomi bagi suatu negara. Salah satunya bidang otomotif. Pembaharuan terus dilakukan, termasuk produksi kendaraan listrik di Indonesia.
Menurut survei, hasil penjualan mobil listrik sekitar 1.790 unit pada januari 2023. Pengembangan minat dan daya beli terhadap kendaraan listrik tersebut memiliki tantangan, seperti harga belum sesuai dan penyedian tempat charging station.
Pemerintah mencanangkan target 400.00 unit mobil di Indonesia, sedangkan menurut Mentri Riset, Teknologi dan Kepela Badan Riset dan Inovasi Sosial (Menristek/Kepala BRIN), Bambang Brodjonegoro tahun 2019, bahwa tahun 2025 akan terdapat 2 juta unit motor listrik yang diproduksi.
Selain itu, pemerintah menargetkan sekitar 20 persen peroduksi lokal kendaraan disumbang oleh teknologi hybrid, PHEV, maupun 100 persen baterai, dan berlaku pada kendaraan listrik pada mobil atau motor.
Dorongan lain dari pemerintah untuk pertumbuhan kendaraan listrik. Dapat dilihat pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55/2019 tentang kendaraan listrik berbasisi baterai. Dan Perpres tersebut menjadi aturan hukum dalam kendaraan listrik di Indonesia.
Baca Juga: Ini Dampak Mobil Listrik, Positif dan Negatif Terhadap Lingkungan
Selain itu, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah 73/2019 tentang pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Pengenaan pajak kendaraan bergantung dengan emisi gas buangan yang dihasilkan oleh kendaraan per oktober 2021.
Hal ini menguntungkan mobil listrik, hadirnya dukungan yang diberikan oleh pemerintah, harapannya dapat meningkatkan pertumbuhan minat dan daya beli masyarakat terhadap kendaraan listrik di Indonesia, dan bertujuan pada pengurangan impor BBM gasoline dengan adanya kendaraan listrik.
Tantangan Minat dan Daya Beli Masyarakat
- Harga Beli Kendaraan Listrik
Hambatan daya beli masyarakat terhadap kendaraan listrik ini salah satunya faktornya adalah harga mobil listrik lebih mahal dari harga mobil konvensional. Pasaran harga mobil listrik berkisar RP 200 jutaan sampai miliaran, dari berbagai ragam varias dan bentuknya.
Salah satu faktor harga kendaraan listrik mahal adalah ketersedian baterai impor. Nikel adalah bahan baku baterai kendaraan listrik.
Semakin mahal harga baterai yang digunakan berpengaruh pada harga kendaraan listrik tersebut. Biaya baterai yang digunakan dalam kendaraan listrik sekitar Rp 102 juta, dimana sudah mengalami penurunan semenjak 10 tahun lalu.
Menurut BloombergNEF penurunan mencapai 87 persen. Faktor pendorong pertumbuhan produksi menyusutnya biaya kendaraan listrik ini didorong oleh semakin besarnya kapasitas produksi dan peningkatan skala ekonomi. Selainitu, pengembangan teknologi memungkinkan baterai menimpan energi makin besar dan pemanfaatannya lebih luas.
Peluang pengembangan baterai di Indonesia dapat dikembangkan. Dilihat Indonesia tercatat sebagai pengasil nikel terbesar di dunia dengan cadangan 72 juta ton.
Daerah pengasil nikel ini, terdapat di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Dengan dorongan fasilitas pengembangan ini dapat berjalan. Mengingat baterai kendaraan listrik mewakili 35 persen biaya produksi.
Baca Juga: Mobil Listrik Hanya Untuk Orang Kaya? Berikut Fakta Pasar Mobil Listrik di Indonesia!
- Ketersedian Charging Station
Produksi kendaraan mobil atau motor listrik, dapat berjalan lurus dengan ketersedian charging station di berbagai tempat. Dan dapat memudahkan pengsian baterai yang mempermudah para pengguna.
Keterbatasan infastruktur ini, menjadi kendala atau hambatan bagi peningkatan daya beli masyarakat terhadap kendaraan. Percepatan tersebut, didukung dengan suku cadang, dan ada bengkel.
Sehingga dapat menarik minat dan daya beli masyarakat dari konvensional menuju pemakaian kendaraan listrik. Dan dapat mewujudkan target Indonesia nol emisi karbon pada tahun 2060.***