KILAS KLATEN - Sejumlah distributor dan pengecer pupuk diundang oleh Komisi VI DPR untuk memberikan masukan dalam upaya memperbaiki kebijakan pupuk bersubsidi yang kerap dikeluhkan petani.
Perlu diketahui faktor penghambat petani di musim tanam karena pupuk bersubsidi yang langka.
Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima mengungkapkan bahwa pihaknya ingin mendapatkan informasi soal masalah rantai pasok distribusi secara langsung, baik dari distributor juga pengecer dan gapoktan.
Ia mengaku telah mendengar banyak keluhan soal distribusi pupuk bersubsidi melalui media sosial dan media arus utama.
Baca Juga: Setelah Akui Adanya Bekingan Gede, Ganjar Akan Grebek Lokasi Tambang Pasir Ilegal di Klaten
Ada keluhan bahwa pupuk langka hingga terlambat disalurkan, khususnya di musim tanam.
”Itu masalah bukan hari ini saja, tapi terus berulang dan sering terjadi setiap tahunnya. Saya sudah 20 tahun di sini dan pupuk selalu jadi masalah di lapangan. Ini dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan hasil panen yang memang rentan terhadap masalah di tingkat petani,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Distributor Pupuk Indonesia (ADPI), Agung Wahyudi menjelaskan, masalah pupuk bersubsidi terjadi sejak dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan.
Permasalahan di tahap perencanaan antara lain karena belum maksimalnya pendampingan penyusunan rencana definitif kelompok (RDKK) di kelompok tani.
Tidak semua petani yang berhak mendapat pupuk bersubsidi, masuk dalam sistem RDKK.
”Belum stabilnya sistem informasi RDKK dan alokasi ketersediaan pupuk bersubsidi yang belum mencukupi kebutuhan petani, serta lambatnya regulasi alokasi pupuk bersubsidi,” katanya.
Agung juga menjelaskan, masalah di tingkat pelaksanaan yaitu sulitnya pengecer membagi jatah pupuk bersubsidi kepada petani/kelompok tani apabila jumlahnya di bawah RDKK
Juga belum adanya regulasi tentang diperbolehkannya membuka kemasan pupuk yang jumlahnya di bawah satu sak (50 kilogram).
”Fee juga tidak berbanding lurus dengan kinerja dan kewajiban yang dibebankan. Fee kepada distributor pun belum pernah naik sejak 2012 yaitu fee kinerja dan biaya transportasi,” katanya.
Selain itu, kata Agung, laporan administrasi penyaluran dan persediaan pupuk bersubsidi sangat banyak dan tidak efisien.
Sistem pelaporan juga sering berubah format dan jumlahnya. Lalu, belum semua SDM di tingkat pengecer resmi, yang mampu beradaptasi dengan perubahan regulasi pelaporan.
Sementara itu, Gapoktan melaporkan sejumlah masalah yang mereka hadapi di lapangan. Mulai dari kartu tani yang harus sesuai nama dan tidak bisa diwakilkan.
Selain itu, proses administrasi yang bisa lebih dari 5 bulan, sangat mempersulit petani. Hal ini karena petani penggarap sering berganti.
Pada kesempatan berbeda, pada musim tanam 2023 mendatang, para petani tembakau tidak lagi mendapat pupuk bersubsidi sesuai ketentuan dari pemerintah pusat.
"Sekarang sudah tidak ada lagi pupuk bersubsidi bagi petani tembakau," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Tengah, Taufikurahman di Praya, Senin, 28 November 2022, dikutip Antara.
Ia mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10/2022 Tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian yang ditetapkan pada 6 Juli 2022, pupuk bersubsidi hanya untuk jenis urea dan NPK.
Kedua jenis pupuk bersubsidi ini diperuntukkan pada 9 komoditas tanaman yang punya inflasi tinggi yaitu padi, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, bawang putih, tebu, kakao, dan kopi.***