Google Doodle Hari Ini Peringati Ulang Tahun Almarhum Sapardi Djoko Damono, Siapa Itu?

- 20 Maret 2023, 03:23 WIB
Google Doodle Peringati Ulang Tahun Almarhum  Sapardi Djoko Damono, Siapa Itu?
Google Doodle Peringati Ulang Tahun Almarhum Sapardi Djoko Damono, Siapa Itu? /tangkapan layar google doodle

KILAS KLATEN - Google Doodle kenang almarhum Sapardi Djoko Damono hari ini, siapakah beliau hingga google mengenang jasanya? 

Sapardi Djoko Damono merupakan seorang pujangga kebanggaaan Indonesia yang telah dikenal dunia. Ia lahir pada 20 Maret 1940, Surakarta, Jawa Tengah. Ia pun juga tumbuh dan besar di kota Solo. Ia merupakan anak dari pasangan Sadyoko dan Saparian, maka tidak lah heran namanya kini dikenang di Google Doodle hari ini.

Dikutip Kilas Klaten dari berbagai sumber, Sapardi Djoko Damono meninggal pada 19 Juli 2020 sekitar pukul 09.00 WIB di rumah sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Sapardi Djoko Damono terkenal sebagai penyair. Di samping itu, Sapardi juga terkenal sebagai dosen, pengamat sastra, kritikus sastra, dan pakar sastra.

Sejak SD hingga SMA ia di Surakarta, lalu Sapardi melanjutkan kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Bakat menulis Sapardi telah tercium sejak remaja. Di usia itu ia telah terbiasa menulis. Sapardi bahkan mengirim tulisan-tulisannya ke banyak majalah.

Kebiasaan itu berkembang saat Sapardi masuk jurusan Sastra Barat di bidang Bahasa Inggris. Sebelum menjadi penyair besar, Sapardi sempat jadi pengajar di IKIP Malang selama 1964 hingga 1968.

Sapardi juga pernah jadi Direktur Pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah Horison pada 1974.

Kemudian Sapardi kembali mengajar. Kali ini ia mengabdi diri di Universitas Indonesia (UI). Di UI, Sapardi juga sempat menjabat Dekan Fakultas Sastra periode 1995-1999.

Baca Juga: Jawaban Beliau Adalah Negarawan, Ahli Fikih, Teolog, Sufi, Sejarawan dan Sastrawan Penting dalam Sejarah

Abadi Karena Sastrawan

Sapardi Djoko Damono lebih dikenal sebagai sastrawan. Kalau kata Pramoedya Ananta Toer, siapapun yang menulis, maka karya beliaulah yang abadi.

Semenjak meninggalnya, segenap penikmat karyanya di seluruh pelosok Nusantara pun berduka atas kepergian sosok besar bagi perkembangan sastra di Indonesia.

Mengutip ucapan Goenawan Mohamad saat Sapardi merayakan ulang tahun ke-77 pada 2017 lalu, “Sapardi (sedang) merayakan kelahirannya kembali.”

Oleh sebab itu, boleh jadi Sapardi Djoko Damono telah meninggal dunia. Namun, perginya Sapardi membuat karya-karya seakan terlahir kembali.

Sebut saja sajaknya yang berjudul Hujan Bulan Juni (1994). Sejak hari kematiannya sajak tersebut acap kali memenuhi ragam lini masa di media sosial.

"Tak ada yang lebih bijak. Dari hujan di bulan Juli. Dihapusnya jejak-jejak kaki, yang ragu-ragu dijalan itu."

Penggalan sajak Hujan Bulan Juni membuktikan bahwa sajak yang liris, penuh perasaan nan sederhana benar-benar terlahir kembali.

Mereka yang sudah berkali-kali jatuh cinta dengan sajak tersebut kemudian terpikat kembali dengan sajak-sajak Sapardi. Pantas saja, penyair Joko Pinurbo pernah berucap bahwa Sapardi tak ubahnya “salah satu rasul-rasul utama dunia puisi Indonesia.”

“Tema keseharian yang dipilih Sapardi menjadi kekuatannya. Karyanya tentang hujan, bunga jatuh, air selokan, bayangan, batu, pohon belimbing menunjukkan betapa dia akrab dengan suasana sehari-hari yang kerap dilupakan orang lain. ‘Saya menganggap orang dan benda itu sama,’ kata Sapardi. ‘Seperti anak kecil, benda saya anggap teman,” tulis Ninin Damayanti dalam tulisanya di Majalah Tempo berjudul Penyair Hujan dari Baturono (2010).

Halaman:

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x