Program Sekolah Responsif Gender Sebagai Wujud Merdeka Belajar

- 15 Desember 2022, 20:58 WIB
Sumarmi, S.Si/SMP Negeri 3 Karangdowo
Sumarmi, S.Si/SMP Negeri 3 Karangdowo /

Oleh: Sumarmi, S.Si*

PIKIRAN RAKYAT - Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama. Pendidikan tidak dapat dibebankan sepenuhnya pada pihak sekolah saja. Untuk mencapai tujuan pendidikan seutuhnya diperlukan kerjasama dari seluruh pihak, baik sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kerjasama dari berbagai pihak diperlukan untuk kualitas pembelajaran anak Indonesia yang lebih baik.

Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa terutama dalam hal literasi, numerasi, dan karakter yang menjadi fondasi belajar setiap anak. Aspek yang tak kalah penting adalah tentang kesetaraan gender. Kesetaraan gender ini merujuk pada kesetaraan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan.

Salah satu program yang kini sedang menjadi trend di dunia pendidikan adalah program Sekolah Responsif Gender. Segala bentuk konsep gender dan miskonsepsi tentang gender akan dapat diatasi melalui program Sekolah Responsif Gender.

Konsep tentang kesetaraan gender ini bertujuan untuk membantu kepala sekolah dan juga guru untuk fokus terhadap isu-isu gender di sekolah. Sehingga sekolah menjadi dukungan yang inklusif bagi siswa dan selain itu peran guru pun menjadi komponen yang sangat penting dalam implementasi Sekolah Responsif Gender. Berbicara tentang Sekolah Responsif gender maka perlu diketahui tentang 4 hal, yaitu ; akses, partisipatif, kontrol, dan manfaat.

Pertama akses, ada beberapa kasus pada daerah terpencil dan tertinggal yang mengungkap bahwa prosentasi hak sekolah anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini berdasarkan pada data susenas ( Survei Sosial Ekonomi Nasional) daerah probolinggo tahun 2022 ini.

Dari data survei tersebut ternyata presentase anak laki-laki lebih unggul dalam menerima pendidikan pada jenjang SD dibandingkan dengan presentase anak perempuan. Hal ini merupakan salah satu catatan bahwa akses bagi perempuan dalam menerima pendidikan ternyata masih mengalami keterbatasan.

Kedua partisipasi, contoh sebuah pertanyaan seperti ini; apakah partisipasi perempuan menjadi kepala sekolah lebih banyak ataukah lebih sedikit? Berdasarkan data kemendikbudristek dan kemenag tahun 2020-2021 presentase jumlah guru perempuan lebih banyak daripada guru laki-laki.

Namun hal itu tidak diimbangi dengan kepemimpinan perempuan yang lebih banyak. Justru yang terjadi adalah presentase yang menjabat sebagai kepala sekolah laki-laki lebih tinggi dari perempuan, itu artinya kurang proporsional.

Halaman:

Editor: Masruro


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x