Setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia masih harus menghadapi berbagai permasalahan. Perundingan dan pertempuran setelah kemerdekaan Indonesia banyak dilakukan untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia.
Hal ini dilakukan karena Belanda masih ingin menduduki wilayah Indonesia. Perundingan yang dilakukan antara lain perundingan Linggarjati, perundingan Roem-Roijen, perundingan Renville, Konferensi Meja Bundar, dan Konferensi Inter-Indonesia.
Perundingan setelah proklamasi kemerdekaan
- Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati adalah perundingan yang dilakukan karena Belanda belum mengakui kedaulatan Indonesia setelah Indonesia resmi memproklamasikan kemerdekaannya. Perundingan ini terjadi pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada tanggal 25 Maret 1947. Indinesia diwakilkan oleh Sutan Sjahrir dan Belnda diwakilkan oleh Prof. Schermerhorn.
- Perjanjian Renville
Perjanjian Renville dilakukan karena Belanda masih melanggar perjanjian dari perundingan Linggarjati. Untuk itu perjanjian ini dilakukan pada tanggal 18 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sebagai tempat netral USS Renville.
- Perjanjian Roem-Roijen
Perjanjian Roem-Roijen dilakukan karena Belanda masih terus melanggar perjanjian Renville dimana Belanda melakukan Agresi Militer II. Perjanjian ini dilaksanakan pada tanggal 14 April 1949 dan kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Delegasi Indonesia diketuai oleh Mr. Muhammad Roem dan Belnda di ketuai oleh Dr. JH Van Roijen.
- Konverensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar dilakukan atas hasil dari perjanjian Roem-Roijen yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin Drs. Moh. Hatta, perwakilan pihak Belanda, dan BFO dengan ketuanya Sultan Hamid II, yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Aktivitas Individu