Mereka selalu menilai sesuatu dengan hitungan kalkulator, akhirnya yang ada adalah keterbatasan.
Sebagaimana keterbatasan angka-angka yang ada pada kalkulator tersebut. Nilai ketenangan dan kebahagiaan selalu diidentikkan dengan hitungan angka, yang tak jarang angka-angka itu meleset, tidak menunjukkan nilai objektivitas, karena seringnya terjadi budaya manipulasi.
Tidak sedikit orang yang bergelimang harta, kedudukan, tercukupinya semua kebutuhan, namun sayang mereka tidak pernah merasakan bahagia dan ketenangan. Semuanya menjadi semu, hambar, kering.
Rumah tempat mereka bernaung seakan menjadi bejana api yang menyala-nyala, membakar kerukunan dan keharmonisan keluarga.
Mereka selalu merasa kurang dan dahaga, seperti halnya orang yang meminum air laut. Rumah tidak lagi menjadi surga bagi anggota keluarga.
Perlu diketahui bahwa nilai keberkahan bukan hanya melekat pada nilai-nilai yang bersifat materi, melainkan juga mencakup pada dimensi abstrak yang efeknya akan lebih lama dan jauh.
Nilai inilah yang oleh masyarakat modern dikatakan sudah ketinggalan zaman, ketinggalan mode.
Nilai keberkahan ini tidaklah mungkin bisa dihitung dengan nilai-nilai materialistik dan angka-angka matematik, yang selalu berhenti dengan habisnya hitungan masa.
Karena berkah adalah kata universal dari tambahnya kebaikan sesuatu.
Seorang mukmin harus yakin bahwa nilai keberkahan itu dari Allah dan dia harus berusaha untuk mencari dan mendapatkannya.