Safwan mengatakan, ada pula pasal-pasal RKUHP yang mengatur kebebasan berekspresi di muka umum seperti unjuk rasa.
“Padahal, yang rakyat butuhkan adalah perlindungan terhadap kebebasan berpendapat, bukan sebaliknya,” tambahnya.
Sependapat dengan dengan Safwan, jurnalis senior Papua Barat, Alex Tethool, mengutarakan kritiknya terhadap RKUHP yang akan disahkan.
Menurutnya, pengesahan RKUHP tidak saja membatasi hak demokrasi rakyat tetapi juga memuluskan niat jahat korporasi untuk terhindar dari jeratan hukum akibat kerusakan lingkungan.
"Pelaku kejahatan lingkungan tentu akan bertepuk dada ketika RKUHP disahkan DPR, karena mayoritas pelakunya adalah korporasi karena pembuktian hukum akan bergantung pada kesalahan pengurus, bukan korporasi terkait," ujar Alex.
Dirinya mengungkapkan, isu-isu krusial lainnya di dalam RKUHP seperti pasal tentang paham yang bertentangan dengan Pancasila, pasal tindak pidana korupsi dan pasal pelanggaran HAM berat, justru mengembalikan konsistensi negara demokrasi kepada rezim orde baru.
"Dengan pengesahan RKUHP, secara tidak langsung para penguasa sedang mengarahkan negara demokrasi (Indonesia) kembali ke zaman orde baru," tutur Alex.
Diketahui aksi menolak pengesahan RKUHP digelar serentak AJI di 40 kota se Indonesia berjalan aman dan terkendali termasuk di kota Manokwari Papua Barat dan Jayapura Papua.***