RUU KUHP Sah Jadi Undang-undang, Yasonna: Kita Patut Berbangga Karena Berhasil Memiliki KUHP Sendiri

- 7 Desember 2022, 11:18 WIB
RUU KUHP telah diresmikan menjadi UU pada Selasa, 6 Desember 2022 meskipun diprotes dan jadi sorotan medi asing
RUU KUHP telah diresmikan menjadi UU pada Selasa, 6 Desember 2022 meskipun diprotes dan jadi sorotan medi asing /
KILAS KLATEN - Pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP, hari Selasa, 6 Desember 2022 kemarin. 
 
Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan HAM mengatakan pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia. 
 
Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri. 
 
Yasonna usai rapat paripurna DPR RI juga mengatakan bahwa Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. 
 
 
Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963. 
 
"produk Belanda ini dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP," tambahnya. 
 
Yasonna menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik. 
 
“RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” jelasnya. 
 
Selanjutnya, Menteri Yasonna menjelaskan bahwa pengesahan RUU KUHP tidak sekadar menjadi momen historis karena Indonesia memiliki KUHP sendiri. 
 
 
Namun, RUU KUHP menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana. 
 
Yasonna menjelaskan terdapat tiga pidana yang diatur, yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus. 
 
Dalam pidana pokok, RUU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan denda saja, tetapi menambahkan pidana penutupan, pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial. 
 
“Perbedaan mendasar adalah RUU KUHP tidak lagi menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus yang selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan sepuluh tahun,” tutur Yasonna. 
 
Terakhir, perumus RUU KUHP mengatur badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan dipidana. 
 
 
Penjatuhan pidana pokok, pidana tambahan, dan Tindakan dikenakan kepada korporasi dan orang-orang yang terlibat dalam korporasi tersebut, baik pengurus yang memiliki kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, hingga pemilik manfaat. 
 
Berkenaan hal tersebut, Lilik Sujandi selaku Kakanwil Kemenkumham Kalsel Undang-Undang yang telah disahkan, dan siap melaksanakan dan membantu sosialisasi melalui unit kerja yang ada di Kantor Wilayah. 
 
"Kami akan mendukung hasil yang sudah ditetapkan, kami juga akan melaksanakan sesuai tugas dan wewenang yang ada di Kantor Wilayah. Sosialisasi juga dapat dilakukan untuk memperluas informasi yang tersampaikan ke masyarakat, khususnya di wilayah Kalimantan Selatan," tukasnya.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo

Sumber: menpan.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x