Trauma Healing Pasca Terjadinya Bencana Gempa Bumi

- 23 November 2022, 10:34 WIB
Trauma Healing Pasca Terjadinya Bencana Gempa Bumi
Trauma Healing Pasca Terjadinya Bencana Gempa Bumi /
KILAS KLATEN - Akibat gempa yang terjadi di Cianjur hari Senin, 21 November 2022 lalu, banyak warga mengungsi di areal persawahan karena khawatir adanya gempa susulan di Kampung Cijedil, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.  
 
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengonfirmasikan hingga Senin, 22 November 2022, malam pukul 21.30 WIB, sebanyak 162 orang meninggal dunia akibat gempa dengan kekuatan 5,6 SR di Kabupaten Cianjur. 
 
Pasca terjadinya gempa bumi, korban-korban banyak mengalami rasa trauma, berusaha keras untuk membedakan antara terjadinya guncangan dari gempa susulan atau kembalinya gempa bumi besar.
 
Dukungan psikologis pasca bencana sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat trauma terhadap masyarakat yang terdampak bencana, khususnya untuk komunitas terpencil.
 
 
Menurut American Psychological Association, trauma adalah respon emosional terhadap kejadian yang buruk seperti kecelakaan atau bencana alam. 
 
Sidran Institute for Traumatic Stress Education & Advocacy memberikan definisi trauma psikologis yang lebih luas. 
 
Trauma psikologis adalah pengalaman individu atau kondisi yang sedang dialami, dan individu tersebut merasa kewalahan secara emosional, kognitif, dan fisik sehingga kemampuan untuk mengatasi kondisinya terganggu. 
 
Trauma psikologis meliputi respon terhadap kecelakaan, bencana alam, tindakan kejahatan, dan kematian. 
 
Dengan adanya definisi ini, maka untuk penentuan traumatik atau tidaknya suatu kejadian bergantung pada individu yang mengalaminya. 
 
Definisi ini juga menjadi panduan untuk memahami pengalaman korban dan kondisi hidupnya saat mengalami trauma tersebut.
 
 
Menurut American Psychological Association, dalam jangka waktu lama, trauma dapat menimbulkan reaksi berupa mood swings, flashback (memori kejadian yang buruk teringat secara jelas berulang kali), hubungan interpersonal yang terganggu, bahkan gejala fisik seperti sakit kepala dan mual.
 
Seperti telah yang disebutkan, bencana alam merupakan salah satu kejadian yang diikuti dengan trauma psikologis. Kondisi kesehatan mental korban yang mengalami bencana alam ini sebenarnya dapat bervariasi. 
 
Kondisi kesehatan mental yang buruk dan berkepanjangan tidak lepas kaitannya dengan cedera fisik, penyaksian kematian atau cedera individu lain, dan ancaman terhadap hidup. 
 
Gejala-gejala psikopatologi seperti post-traumatic stress disorder dapat muncul pada korban bencana alam yang mengalami trauma, namun hal ini juga bergantung pada besarnya paparan (exposure) korban terhadap bencana alam tersebut. (Harville, Jacobs, & Boynton-Jarrett, 2015).
 
 
Hal tersebut dibutuhkan tim Psikologi untuk memberikan bantuan pemulihan trauma psikologis bagi para korban gempa bumi. 
 
Bentuk dukungan psikologi mental healing bagi warga korban gempa merupakan penanganan Catastrophic Event dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
 
Kegiatan psikologi mental healing diawali dengan pendataan para korban dengan metode need assesment dan need analysis. 
 
Hal ini dilakukan untuk mendata seberapa banyak korban terdampak stress pasca gempa & seberapa dalam tingkat trauma yang dialami oleh para korban. 
 
Setelah analisa kebutuhan, kemungkinan besar akan dilakukan kegiatan intervensi.
 
Kegiatan intervensi ini meliputi:
 
1. Terapi untuk menurunkan tingkat kecemasan pasca bencana dengan berbagai teknik relaksasi;
 
2. Terapi untuk mengembalikan kondisi emosional para korban dengan Emotional Behavioral Therapy, Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Hypnotherapy.
 
3. Berbagai Metode Motivation Training untuk meningkatkan kondisi motivasi para korban.
 
4. Konseling secara bertahap dan intensif terhadap para korban.
 
 
Penting untuk diingat bahwa seseorang yang mengalami bencana alam dapat mengatasi trauma yang dialaminya.
 
Berikut adalah cara mengatasi trauma menurut American Psychological Association :
 
1. Beri waktu untuk menyesuaikan diri sendiri dengan keadaan yang baru. Antisipasi bahwa keadaan yang sulit akan dialami. Berikan waktu pada diri sendiri untuk berduka dan sabar dengan perubahan pada kondisi emosional diri sendiri.
 
2. Meminta dukungan sosial dari orang yang dapat berempati terhadap situasi buruk yang sedang dialami, seperti dari keluarga atau orang lain yang juga mengalami bencana alam yang sama. Selain dari pihak-pihak tersebut, orang yang mengalami trauma juga dapat mencari dukungan yang lebih besar dan objektivitas dari orang yang tidak terlibat dalam bencana alam tersebut.
 
3. Komunikasi terkait pengalaman terkena bencana alam. Hal ini dapat dilakukan dengan mengekspresikan diri dengan cara berbicara dengan keluarga atau teman dekat, menulis buku harian, atau melakukan aktivitas yang melibatkan kreativitas.***

Editor: Fajar Sidik Nur Cahyo

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah