Kerugian kita masih ditambah lagi triliunan dana untuk rehabilitasi lahan dan bahkan keanekaragaman hayati yang sudah tidak dapat kembali lagi. Dengan semua fakta ini, sungguh-sungguh tidak layak untuk meminta masyarakat ikhlas.
Masyarakat memang pantas marah dan pemerintah wajib menjawabnya dengan ketegasan nyata. Langkah awalnya, segera pailitkan 11 perusahaan yang belum melunasi denda sesuai putusan pengadilan.
Adapun langkah wajib pemerintah, khususnya para gubernur dan wali kota, ialah segera meninjau atau merevisi izin usaha perusahaan-perusahaan, baik yang lahannya pernah terbakar maupun yang belum. Perusahaan yang sudah jelas melakukan pembakaran lahan haruslah segera diganjar dengan pencabutan izin usaha.
Selama ini, berjalannya terus izin usaha telah dijadikan tameng para perusahaan untuk terus beroperasi meski sesungguhnya terlibat kasus hukum. Lebih jauh lagi, semestinya para pejabat daerah jeli memeriksa perusahaan itu hingga ke para pejabat ataupun pemiliknya. Karena sudah sering terjadi, mereka hanya berganti nama perusahaan untuk tetap menjalankan bisnis.
Ketidaktegasan pemerintah daerah pantas kita curigai terkait dengan dugaan adanya keterlibatan dalam kejahatan kemanusiaan tersebut. Berdasarkan penelitian panjang lembaga internasional kehutanan, ditengarai adanya korelasi praktik kotor usaha perkebunan dengan kebutuhan proses pemilihan kepala daerah.
Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/1799-pembakar-hutan-penjahat-kemanusiaan
Kalimat fakta
Sekali lagi, itu semua memang bukan baru. Hingga 16 September, Kementerian LHK telah melakukan penyidikan terhadap lima perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana karhutla dan masih melakukan penyelidikan terhadap 44 perusahaan. Dari karhutla sebelumnya, 11 perusahaan diputus bersalah di pengadilan dan dijatuhi total denda Rp18,9 triliun. Namun, yang dibayar baru Rp400 miliar.
Kritik